Dalam sebuah keputusan yang mengejutkan komunitas ilmiah dan trisula88 rtp publik luas, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) secara resmi memecat Kepala Ilmuwan utamanya pada awal Mei 2025. Pemecatan ini terjadi setelah ilmuwan tersebut menolak untuk mematuhi perintah mantan Presiden Donald Trump yang dinilai bertentangan dengan prinsip ilmiah dan etika profesional.
Kabar pemecatan ini langsung menimbulkan kontroversi besar, memicu perdebatan nasional tentang batas campur tangan politik terhadap kebebasan ilmiah, serta menyoroti tantangan yang dihadapi lembaga-lembaga sains dalam lanskap politik Amerika yang semakin terpolarisasi.
Latar Belakang
Donald Trump, yang kini kembali menjadi figur berpengaruh dalam politik AS setelah mengumumkan pencalonan presiden untuk 2028, belakangan ini aktif menyuarakan pandangan-pandangan yang bertentangan dengan konsensus ilmiah global, terutama dalam isu perubahan iklim dan eksplorasi luar angkasa.
Menurut laporan dari sejumlah media, perintah Trump yang dimaksud terkait dengan penghentian dukungan NASA terhadap studi perubahan iklim berbasis satelit dan redireksi dana ke program eksplorasi Bulan yang dianggap memiliki nilai “strategis militer” bagi Amerika Serikat.
Dr. Eleanor Graves, Kepala Ilmuwan NASA yang telah menjabat sejak 2021 dan dikenal sebagai ahli atmosfer dan perubahan iklim, menolak untuk menandatangani dokumen internal yang akan mengalihkan anggaran penelitian perubahan iklim ke proyek yang tidak berbasis bukti ilmiah. Dalam memo internal yang bocor ke media, Dr. Graves menyebut perintah tersebut sebagai “manipulasi politis yang merusak integritas ilmiah NASA.”
Respon NASA dan Pemerintah
Administrator NASA, dalam pernyataan resminya, menyatakan bahwa pemecatan dilakukan karena “pelanggaran terhadap protokol administratif dan kegagalan mematuhi kebijakan lembaga.” Namun, sejumlah mantan pejabat NASA dan ilmuwan senior menyebut alasan tersebut sebagai dalih untuk menyembunyikan tekanan politik yang sedang berlangsung.
“Sangat jelas bahwa keputusan ini bermotif politik,” ujar Dr. Calvin Moore, mantan Direktur Program Sains NASA. “Ketika ilmuwan dipaksa untuk tunduk pada tekanan politis, maka yang dikorbankan bukan hanya orang itu sendiri, tapi masa depan sains dan kredibilitas negara.”
Reaksi Komunitas Ilmiah
Pemecatan Dr. Graves menimbulkan gelombang solidaritas dari komunitas ilmiah internasional. Beberapa organisasi seperti American Geophysical Union (AGU) dan Union of Concerned Scientists mengecam keras keputusan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan terbuka, AGU menulis: “Tindakan ini merupakan ancaman serius terhadap kebebasan akademik dan kebijakan berbasis bukti. Kami mendesak pemerintah federal dan NASA untuk menghormati otonomi ilmiah dan tidak menjadikan lembaga sains sebagai alat politik.”
Ribuan ilmuwan menandatangani petisi daring yang menyerukan pembatalan keputusan pemecatan serta pembentukan komite independen untuk menyelidiki campur tangan politik dalam lembaga-lembaga ilmiah pemerintah.
Polarisasi dan Masa Depan Sains di Amerika
Kasus ini mencerminkan betapa rumitnya hubungan antara politik dan ilmu pengetahuan di Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir. Sejak masa kepemimpinan Trump pertama pada 2016-2020, berbagai kebijakan yang dianggap “anti-sains” telah menimbulkan kekhawatiran mendalam, dari penolakan terhadap perubahan iklim hingga tekanan pada data pandemi COVID-19.
Dengan meningkatnya pengaruh politik partisan dalam kebijakan ilmiah, banyak pihak kini bertanya: Apakah Amerika Serikat masih bisa mempertahankan statusnya sebagai pemimpin sains dunia jika prinsip dasar kebebasan ilmiah terus dikompromikan?
Dampak Jangka Panjang
Pemecatan Dr. Graves bisa menjadi preseden berbahaya. Jika ilmuwan tidak lagi merasa aman untuk menyuarakan kebenaran ilmiah, maka riset-riset penting bisa terbengkalai, atau lebih buruk, dimanipulasi demi kepentingan politik.
Lebih lanjut, pemutusan hubungan kerja dengan ilmuwan sekelas Dr. Graves juga dapat memicu eksodus talenta dari lembaga-lembaga sains federal. Sudah ada laporan bahwa beberapa ilmuwan NASA lainnya mempertimbangkan untuk mengundurkan diri sebagai bentuk protes.
Penutup
Kasus pemecatan Kepala Ilmuwan NASA bukan hanya masalah institusional. Ini adalah peringatan keras tentang rapuhnya garis batas antara sains dan politik. Di tengah krisis global seperti perubahan iklim dan eksplorasi luar angkasa yang penuh tantangan, dunia tidak bisa membiarkan ilmu pengetahuan ditentukan oleh ego politik atau tekanan dari figur berpengaruh.